SULTRALINE.ID, MUNA BARAT – Sekelompok pemuda yang tergabung dalam Perwakilan Pemuda Desa Lapolea (PPDL), Kecamatan Barangka, Kabupaten Muna Barat, Sulawesi Tenggara (Sultra)
Mereka mempersoalkan tentang transparansi dana penanganan Covid-19. Terkait pendataan bantuan langsung tunai (BLT) yang disinyalir tidak transparan, kemudian soal perangkat desa yang diangkat dan diberhentikan tidak sesuai prosedur yang berlaku.
Kemudian diadakan rapat guna membahas tersebut di balai desa Lapolea, Kamis (28/5/2020).
Dalam diskusi yang berlangsung, dimana pihak pemuda mempersoalkan kepala desa yangg tidak sempat ikut, dengan alasan ada tamu dari provinsi dan menyuruh perangkat untuk diwakilkan tanpa ada mandat yang tertulis.
Menurut Azis munandara salah satu perwakilan pemuda mengatakan tak berselang lama diskusi semakin panas, ketika salah seorang preman masuk dan mempersoalkan surat yg dibuat oleh Badan Pengawas Desa (BPD) dan preman tersebut dalam keadaan mabuk, ehingga terjadi keributan dalam pertemuan di balai Desa Lapolea.
“Preman tersebut kami duga adalah orang yang sengaja disuruh oleh oknum oknum yang masih terlibat dalam persoalan yang ada di desa lapolea, sehingga diskusi diberhentikan dengan paksa Karena sampai saat ini masi ada banyak persoalan di desa lapolea yang belum diselesaikan,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, terkait permasalahan di desanya salah satu contohnya mengenai perangkat, dimana sesuai arahan Bupati Muna Barat (Mubar) dan surat edaran Sekda Mubar bahwa kepala desa yang baru dilarang untuk mengganti perangkat lama dengan perangkat yan baru atau jika sudah yang terlanjur mengganti maka diperintahkan untuk mencabut SK pengangkatan dan mengembalikn perangkat lama.
“Tetapi di desa lapolea berbeda kami menduga kepala desa lapolea tidak mengindahkan surat edaran Sekda dan arahan dari Bupati karena perangkat lama tidak dilibatkan hal apapun mengenai urusan desa namun mereka masih menerima honor dan yang bekerja membantu kepala desa adalah perangkat-perangkatnya yang baru, dan perangkat yang baru ini masih dipertanyakn juga, jika berpedoman pada pemendagri no 67 tahun 2017, bahwa mekanisme pengangkatan perangkat ada jalur-jalur yangg harus dilewati tidak harus diganti begitu saja,” beber Andar yang juga sekretaris BEM Fakultas Hukum Universitas Halu Oleo ini.
“Kami menduga di desa lapolea ada dua perangkat desa yang statusnya masih aktif karena perangkat lama belum pernah menerima surat pemberhentian ataupun mengajukan surat pengunduran diri, kepala desa disinyalir memperkerjakan orang-orang yang statusnya sama sekali tidak jelas karena sampai berita ini diterbitkan SK yg mereka pegang belum jelas yang menerbitkan,” katanya
Ia menambahkan, atas kejadian tersebut kepala desa diminta untuk bertanggung jawab.
“Langkah selanjutnya kami akan pertanyakan kasus ini sampai kepada Bupati Muna Barat, karena ini jelas merugikan masyarakat,” pungkasnya.
Laporan : TIM