Oleh : Asrul Ashar Alimuddin Merupakan Statistisi BPS Kota Kendari
Saat ini kondisi di dunia masih belum stabil. Hal tersebut diakibatkan karena adanya pandemi Covid-19 yang sudah terjadi sejak Februari 2020. Menurut World Health Organization (WHO), Covid-19 dapat mengakibatkan flu ringan sampai infeksi paru-paru yang parah. Tidak dapat dipungkiri bahwa adanya pandemi ini menyebabkan terjadinya gejolak ekonomi dunia termasuk Indonesia. Beraneka ragam kebijakan serta stimulus dilakukan untuk menangkal kondisi ekonomi global tersebut.
Salah satu perekonomian yang paling terpukul akibat pandemi COVID-19 adalah usaha kecil dan menengah (UMKM) yang juga menjadi lokomotif perekonomian nasional. Hal ini dapat dimaklumi karena UMKM telah memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap perekonomian. Adapun beberapa faktor dapat menyebabkan permasalahan dan keterbatasan yang dihadapi oleh UMKM Indonesia. UMKM sangat mempengaruhi perekonomian Indonesia, maka itu jika UMKM mengalami perlambatan laju maka perekonomian Indonesia juga akan mengalami perlambatan dalam ekonominya terutama ekonomi kreatif.
UMKM juga berperan penting dalam mendistribusikan hasil pembangunan,hal ini berdasarkan badan pusat statistik yang memperlihatkan bahwa pasca krisis ekonomi pada tahun 1998 jumlah UMKM tidak berkurang malahan bertambah menjadi 85 sampai 107 juta tenaga kerja pada tahun 2007. hal itu membuktikan bahwa UMKM adalah bidang atau pasar yang sangat potensial dalam memajukan perekonomian Indonesia. Pandemi ini sangat berdampak pada sisi konsumsi masyarakat,di mana akibat dari penyebaran covid-19 ini pemerintah menerapkan sistem di rumah aja atau di sebut juga PPKM yang mengakibatkan pola konsumsi masyarakat berubah secara signifikan. Akibat dari anjuran pemerintah mengenai PPKM maka berkurangnya jumlah perjalanan wisata dan akan meningkatkan konsumsi barang yang di anggap prioritas utama dari pendemi ini seperti masker dan hand sanitizer.
Pasca terpuruk akibat pandemi COVID-19, ekonomi kreatif di Indonesia terus berjuang menjadi garda terdepan mengambil bagian dalam momentum Kebangkitan Nasional. Upaya ini dilakukan dengan mengadakan sejumlah program unggulan guna mempercepat pemulihan sektor ekonomi kreatif. Pandemi COVID-19 bagai dua sisi mata uang bagi ekonomi kreatif tanah air. Selain hantamannya yang dahsyat, pandemi juga membuka peluang baru bagi pelaku ekonomi kreatif di Indonesia. Kelangsungan ekonomi pelaku industri kreatif jadi tak menentu selama pandemi.
Sumber ekonomi dari helatan acara, program, pameran, bazar, dan lain-lain yang terhenti di tengah pembatasan aktivitas oleh pemerintah menambah kerentanan pelaku ekonomi kreatif. sektor ekonomi kreatif memiliki prospek yang cerah terhadap perekonomian Indonesia. Pada 2019, misalnya, nilai kontribusi sektor ekonomi kreatif kepada ekspor Indonesia mencapai 20 miliar dolar Amerika Serikat. Sebelum pandemi, pemerintah bahkan memproyeksikan kontribusi ekonomi kreatif terhadap PDB di tahun 2020 seharusnya bisa mencapai Rp 1,274 triliun dan berpotensi menyumbang 19,8 juta lapangan kerja jika pandemi tidak merebak Meskipun demikian, pekerja kreatif bukannya pasrah menghadapi situasi, mereka tetap bersiasat.
Outlook Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 2020/2021 dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyebut, pengubahan bentuk acara dari format luring menjadi daring adalah salah satu siasat yang dilakukan. Berdasarkan sumber data yang sama, 75 persen pelaku ekonomi kreatif mencari ilmu lain yang dapat diterapkan pada situasi pandemi. Pada sisi lain, hampir 79 persen pelaku ekraf melakukan efisiensi biaya.
Beberapa mekanisme bantuan sudah diagendakan pemerintah untuk membantu para pekerja di sektor ekonomi kreatif. Mulai dari bantuan langsung tunai hingga fasilitasi bidang kebudayaan. Namun, ada masalah di sisi pendataan hingga penyalurannya. Hal tersebut muncul dari mulai dari aspek administratif sampai tumpang tindihnya kewenangan yang akhirnya membatasi bantuan. bagaimana Kemenparekraf hanya memberikan bantuan bagi sub-bidang kreatif tertentu seperti kriya, film, dan animasi. Sedangkan sub-bidang lainnya tidak. Penyederhanaan administrasi pendataan dan bantuan dapat menjadi salah satu solusi konkret. misalnya ketentuan hibah, yang sebelumnya sangat ketat karena hanya boleh digunakan untuk membiayai hal-hal tertentu, perlu disesuaikan. Selain itu, perspektif dalam melihat pekerja kreatif juga perlu diubah.
Selama ini, pekerja kreatif menjadi rentan lantaran pandangan bahwa mereka bisa bekerja secara fleksibel. Hal itu justru membuat mereka bisa tereksploitasi. untuk itu, menekankan perlunya pendekatan multiperspektif guna menemukan solusi yang tepat dalam membantu pekerja kreatif menghadapi pandemi. Sebab bagaimanapun juga sektor ekonomi kreatif adalah wahana penjaga mental dan kohesi masyarakat di situasi tidak menentu. Siasat lain yang dilakukan terkait adanya persaingan pelaku usaha adalah dengan aktif merespons kompetitor, mengubah strategi bisnis, mencoba proyek baru, dan berani melakukan aktivitas lain yang benar-benar baru. Namun hal tersebut juga tidak terlalu berdampak untuk bisa menggerakkan roda ekonomi kreatif seperti semula, lantaran presentase proyek dan acara ditangguhkan atau bahkan dibatalkan tetap lebih besar.
Dalam usaha industri pariwisata dan ekonomi kreatif persentase usaha terbanyak pada Subsektor Kuliner 43,60 persen, urutan kedua adalah Subsektor Kriya 18,68 persen, kemudian urutan ketiga Subsektor fashion 18,08 persen, selanjutnya Subsektor Penerbitan 4,04 persen dan kelima Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi 3,02 persen. Salah satu sub bidang ekonomi kreatif yang paling besar sumbangsih terhadap PDB adalah Kriya Meski produk kriya bertahan di tengah pandemi, namun selama COVID-19 terjadi penurunan pendapatan sekitar 3-5 persen. Jelas penurunan pendapatan dari sektor ekonomi kreatif tersebut berdampak cukup besar pada perekonomian tanah air. Produk kriya Indonesia merupakan subsektor ekonomi kreatif yang masuk dalam tiga kontributor terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Menurut data Badan Pusat Statistik pada 2019, industri kriya menyumbang 14,9 persen dari total PDB nasional. Penurunan pendapatan dari sektor produk kriya Indonesia terjadi seiring kebijakan lockdown yang diberlakukan oleh beberapa negara tujuan ekspor. Meski pandemi COVID-19 membuat banyak sektor terpuruk, kondisi ini juga memunculkan tren baru di masyarakat, khususnya terhadap sektor produk kriya Indonesia. Industri kriya dalam negeri termasuk salah satu sektor yang tangguh dalam menghadapi dampak ekonomi akibat pandemi COVID-19.
Eksistensi produk kriya Indonesia tidak bisa dilepaskan dari fungsi ganda kriya dalam kehidupan. Selain menawarkan estetika, seni kriya juga tetap memiliki fungsi sebagai benda terapan. Berbekal dua manfaat tersebut, produk kriya Indonesia selalu dilirik banyak konsumen, baik lokal maupun mancanegara.