SULTRALINE.ID, KENDARI – Para pedagang pasar Sentral Wuawua nampaknya sudah habis kesabaran atas keberadaan Pasar Swasta di Eks Pasar Panjang Kota Kendari. Pasalnya, sejak pembongkaran Pasar Panjang Maret 2017 lalu Pasar Swasta di Eks Pasar Panjang tidak pernah dibongkar.
Akibatnya, banyak pembeli yang seharusnya berbelanja di Pasar Sentral Wua-Wua Kota Kendari enggan mendatangi pasar tersebut karena berbelanja di Pasar Swasta. Padahal diduga Pasar Swasta tersebut tidak memiliki izin.
Kondisi ini menjadi keluhan yang disampaikan ratusan pedagang dalam aksi demonstrasi di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Kendari, Selasa (18/04/2017), untuk menuntut pembongkaran Pasar Swasta.
“Makanya kita ke DPRD untuk mempertanyakan ada apa sebenarnya, kok sudah tidak memiliki izin, tapi masih dibiarkan saja beroperasi,” ujar salah seorang pengunjuk rasa, Wati yang ditemui SULTRALINE.ID di gedung DPRD Kota kendari, Selasa (18/04/2017) pagi.
Ia juga menegaskan, masih sepinya Pasar Sentral Wua-Wua diakibatkan masih berdirinya pasar Swasta yang seharusnya ikut dibongkar saat pembongkaran Pasar Panjang.
“Kita yakin kenapa pembeli tidak mau datang ke tempat kami, karena kita lihat masih berdirinya pasar Swasta di lokasi pasar panjang itu, padahal yang nyatanya tidak memiliki izin. tapi hingga saat ini belum juga di tertibkan oleh Pemkot, kenapa bisa dibiarkan saja?,” tambah Wati.
Selain soal keberadaan Pasar Swasta, pedagang juga mengadukan adanya portal parkir dengan bayaran sebesar Rp 5 ribu. “Jadi pengunjung yang mau berbelanja malas, karena ketika datang berbelanja mereka dikenakan uang parkir sebesar Rp 5 ribu,” kata pedagang lainnya Dahlia.
Menurutnya, Pemkot seharusnya jangan menarik tarif parkir dulu untuk menarik pegunjung.”Toh inikan pasar baru juga, kasian kita seharian berjual toh hasil yang kita dapatkan tidak mencapai Rp 50 ribu sehari,” tambah Dahlia.
Dengan minimnya pemasukan dari berjualan di Pasar Sentral Wua-Wua yang masih sepi ini, pedagang tersebut mengaku kebutuhannya untuk biaya hidup sehari-hari ikut terganggu. “Ada anak kami yang masih sekolah, belum lagi harus membayar tagihan di bank karena untuk membayar los kita meminjam di bank kasian,” tuturnya dengan nada sedih
Laporan : La Irdwan