SULTRALINE.ID, KENDARI – Penyelenggaraan pemerintahan di Sulawesi Tenggara (Sultra) akan memasuki babak baru dengan berakhirnya masa jabatan Bupati dan wakil Bupati pada 22 Mei 2022 mendatang di 3 daerah, yaitu Kabupaten. Muna Barat, Kabupaten Buton Selatan dan Kabupaten Buton Tengah.
Hadirnya pelaksana jabatan (PJ) untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pelayanan publik akan menjadi semangat baru buat masyarakat di 3 daerah tersebut, semangat baru masyarakat ini tentu hadir bersamaan dengan harapan agar semakin baiknya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang selama ini telah terjadi dikotomi antar kelompok masyarakat pendukung dan masyarakat yang tidak mendukung, tentu hal ini merupakan dampak dari pertarungan politik pada tahun 2017 yang lalu, sehingga kehadiran PJ diharapkan dapat menciptakan netralitas di tengah-tengah masyarakat.
Isu PJ berhembus kencang sepekan pekan terakhir ini. Bahkan beberapa waktu yang lalu masyarakat Sultra di hebohkan dengan beredarnya nama-nama yang akan menduduki posisi PJ di 3 daerah tersebut, yang sangat ramai di perbincangkan yakni posisi PJ di Kabupaten Muna Barat. Apalagi salah satu nama yang di gadang-gadang sebagai kandidat kuat menduduki posisi PJ merupakan salah satu pejabat dari Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) yang tidak masuk dalam daftar nama-nama yang di usulkan oleh Gubernur Sultra untuk menduduki posisi PJ di daerah tersebut.
Kejadian tersebut sontak memunculkan pertanyaan di tengah-tengah masyarakat soal posisi PJ yang di isi oleh pejabat yang tidak melalui proses usulan dari pemerintah provinsi dalam hal ini Gubernur Sultra.
Melihat isu tersebut Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Aliansi Nusantara, Laode Abdul Harits Nugraha ikut menanggapi.
Menurutnya normal-normal saja terjadi di tengah-tengah masyarakat sebagai bagian dari dinamika dan bentuk kontrol masyarakat agar figur yang nanti nya menempati posisi PJ benar-benar merupakan sosok yang netral dan tidak memiliki afiliasi politik dari kolompok tertentu.
“Namun kalau kita merujuk pada UU Nomor 10 tahun 2016 dan UU Nomor 6 Tahun 2020 tidak ada yang salah karena itu merupakan kewenangan pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian Dalam Negri, hal itu juga di perkuat oleh hasil rapat Kementrian Dalam Negeri Bersama Komisi II DPR RI dimana Mentri Dalam Negri secara tegas menyampaikan, bahwa setiap usulan gubernur akan di telusuri kembali rekam jejaknya oleh tim Kemendagri untuk memastikan calon yang di usulkan benar-benar tidak memiliki potensi konflik, namun ketika usulan gubernur itu di nilai memiliki potensi konflik maka Kemendagri akan mengambil sikap tegas dengan memilih calon PJ di luar dari usulan Gubernur tersebut sesuai dengan kewenangannya,” ungkap Laode Abdul Harits Nugraha dalam keterangan pers yang diterima media ini, Kamis 19 Mei 2022.
Lebih lanjut, Alumni Pasca Sarjana Universitas Nasional Jurusan Kebijakan Publik ini, keputusan yang di ambil oleh Kemendagri dalam memilih dan menetapkan PJ kepala daerah tentu sudah melalui pertimbangan dan kajian yang sangat matang untuk menjaga Netralitas dan Kepentingan Strategis Nasional dalam menghadapi penyelenggaraan Pemilu serentak pada 2024 mendatang sehingga penyelenggaran pemerintahan dan pelayanan public tetap berjalan dengan baik tanpa terkontaminasi oleh kepentingan kelompok yang dapat menimbulkan konflik sosial di tengah-tengah masyarakat dalam mengahdapi pemilu serentak nanti.
”Untuk itu kami dari Aliansi Nusantara Sultra sangat mengapresiasi dan mendukung sikap tegas yang di ambil oleh Mendagri dalam menetapkan 3 PJ Bupati di Sultra, karena kami yakin orang-orang yang dipilih oleh Mendagri merupakan orang-orang terpilih yang memiliki kualitas kepemimpinan, memiliki integritas dan tidak memiliki afiliasi politik pada kelompok tertentu dalam menghadapi pemilu serentak pada tahun 2024 nanti dan kami berkomiteman akan mengawal penyelenggaraan pemerintahan agar tetap berjalan sesuai dengan yang kita harapkan dan netralitas pemerintah tetap terjaga,” pungkas Pria yang Akrab disapa Dimas ini.
Laporan : Irdwan Jek