SULTRALINE.ID, KENDARI – Setelah berapa kali mangkir dan masuk daftar pencarian orang (DPO) dari penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra), tersangka kasus dugaan korupsi pertambangan di Blok Mandiodo, Direktur utama (Dirut) PT. Kabaena Kromit Pratama (KKP) AA akhirnya datang ke Kejati Sultra untuk menjalani pemeriksaan, Senin 17 Juli 2023.
Kepala Kejati Sultra melalui Asisten Intelijen Kejati Sultra, Ade Hermawan menjelaskan bahwa tersangka mengakui perbuatannya telah menerbitkan dokumen nikel yang berasal dari penambangan di Wilayah IUP PT. Antam seolah-olah berasal dari perusahaannya (PT. KKP) dengan imbalan 5 USD Per metrik ton yang berlangsung sejak awal tahun 2021 sampai dengan akhir tahun 2022.
“Akibat perbuatan tersangka tersebut hasil penambangan di wilayah IUP Antam yang dilakukan oleh PT. Lawu Agung Mining tidak diserahkan ke PT. Antam selaku pemilik IUP akan tetapi dijual ke beberapa Smelter dan hasilnya dinikmati oleh PT. Lawu Agung Mining sehingga mengakibatkan kerugian negara,” ungkap Ade dalam keterangan persnya.
Lebih lanjut ia, hal itu dibuktikan dengan tidak adanya aktifitas penambangan nikel di Wilayah IUP PT. KKP dan kegiatan penambangan secara sporadis blok Mandiodo oleh PT. Lawu Agung Mining
tersebut dibuktikan penyidik dari beberapa alat bukti termasuk foto citra satelit.
“Jadi Tersangka dapat melakukan penjualan dokumen tersebut karena dilahan tambang PT. KKP tidak ada cadangan ore nikel akan tetapi dengan kerjasama beberapa pihak dan imbalan uang PT. KKP tetap mendapatkan RKAB setiap tahun dengan jumlah jutaan metrik ton,” beber Ade
“Tersangka sebelumnya telah dicekal dan masuk dalam daftar DPO penyidik Kejati Sultra, setelah selesai menjalani pemeriksaan Tersangka langsung ditahan penyidik untuk 20 hari kedepan di rutan Kendari,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Kejati Sultra sudah menetapkan empat orang sebagai tersangka yaitu Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining (LAM) GL, General PT Antam Konut HW, Direktur PT KKP AA, dan Direktur Utama (Dirut) PT LAM OF.
Bahkan atas, kasus tersebut berpotensi Kerugian Negara sejak tambang Blok Mandiodo di Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) di buka menyentuh angka Rp 5,7 Triliun.
Editor: Irdwan Jeko