SULTRALINE.ID, KENDARI – Memasuki bulan suci ramadhan, Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sulawesi Tenggara (Sultra) menggelar kegiatan panggung rakyat bertajuk “HAM dan Lingkungan Dalam Cengkraman Oligarki, Apa Kabar Sulawesi Tenggara” di salah satu warkop Kota Kendari, Sabtu 25 Maret 2023 sore.
Dalam kegiatan tersebut diawali dengan ngobrol santai menghadirkan pemantik dari Ketua AJI Kendari Rosniawanti dan Direktur PuspaHAM Iskandar Wijaya yang dipandu Hermafito.
Jalannya diskusi berlangsung sangat menarik yang diikuti perwakilan NGO, pegiat HAM dan Lingkungan, Organisasi/Lembaga Kemahasiswan se Kota Kendari serta perwakilan masyarakat Transmigrasi asal Konawe Selatan.
Selain itu kegiatan juga diisi puisi, orasi, musik dan seni mural serta dirangkaikan buka puasa bersama.
Direktur Walhi Sultra, Andi Rahman mengatakan kegiatan sebagai bentuk kampanye dari Walhi dalam menggalang dukungan dari mahasiswa, lembaga dan NGO lainnya.
“Sehingga terbangun suatu advokasi atau aliansi bersama semua lembaga dalam memperjuangkan isu HAM dan lingkungan di Sultra,” ujarnya.
Andi Rahman menjelaskan persoalan Hak Asasi Manusia (HAM) terus menjadi sebuah Issu yang tidak pernah luput dari perbincangan Publik. Hal ini di tandai dengan maraknya pelanggaran-pelanggaran HAM di lakukan oleh pemerintah, elit ekonomi politik maupun individu/masyarakat itu sendiri.
Dimana berdasarkan pada catatan Kontras sepanjang Desember 2021 – November 2022 terjadi 47 peristiwa pelanggaran Ham dalam sumber daya alam . Di Sulawesi tenggara sendiri, berdasarkan pada pemantauan Walhi sepanjang tahun 2022 telah terjadi 3 peristiwa pelanggaran Ham di sector sumber daya alam salah satunya yang saat ini terjadi di Konawe Kepulauan.
Tren buruk hak asasi manusia menjadikan negara demokratis tidak lagi sebagai negara aman yang melindungi masyarakatnya. Hal itu tercermin pada sikap negara dengan kekuasaan institusinya melakukan penggusuran paksa, kriminalisasi, pengancaman bahkan sampai pada pembunuhan. Padahal, seyogyanya negara demokratis adalah negara yang menjamin keamanan dan kebebasan masyarakatnya.
Berdasarkan pada catatan forum masyarakat sipil bahwa selama setahun terakhir, pemerintah terus melakukan pengekangan terhadap Hak Asasi Manusia.
Apalagi di Sulawesi Tenggara dengan potensi sumber daya alamnya, tentu tidak lepas dari lirikan para investor. Dengan banyaknya investasi Walhi dan beberapa NGO melihat Sultra saat ini dalam krisis HAM dan Lingkungan.
“Kalau kita melihat Sultra setiap tahunnya terkena bencana ekologi disebabkan aktivitas pertambangan, sehingga kondisi itu menjadi perhatian serius Walhi dan NGO lainnya. Apalagi data yang kami miliki bahwa di Sultra terbanyak yang memiliki usaha pertambangannya,” kata Andi Rahman.
Walhi juga menekankan kepada pemerintah, agar isu pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan bisa berkurang dengan intens melakukan kajian mengetahui penyebab pelanggaran HAM dan lingkungan yang selalu nya disebabkan sektor pertambangan dan perkebunan.
“Penekanan kami ke pemerintah terkait izin-izin yang telah dikeluarkan agar di evaluasi kembali dan di monitoring, sehingga pemerintah tidak lagi mengeluarkan izin yang tentunya berpotensi menambah pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan yang akan dirasakan masyarakat Sultra,” tegasnya.
Andi Rahman menambahkan, kedepannya Walhi Sultra akan terus konsisten memperjuangan hak-hak masyarakat dengan memberikan pendampingan agar terwujudnya sumber-sumber kehidupan yang berkeadilan dan berwawasan lingkungan.
“Kami konsisten dengan pendampingan terhadap kasus-kasus kerakyatan terutama memperjuangkan hak lingkungan masyarakat kita,” pungkasnya.
Sekedar informasi, dalam catatan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sulawesi Tenggara bahwa pada Triwulan IV 2022 Investasi mencapai Rp.5,63 Triliun. Terdiri dari Penanaman Modal Asing (PMA) senilai Rp.2,51 Triliun dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) senilai Rp.3,13 Triliun.
Namun pada kenyataannya, besarnya investasi yang masuk di Sulawesi Tenggara justru melahirkan banyak masalah Hak Asasi Manusia dan Lingkungan.
Editor: Irdwan Jeko